Jumat, 30 Januari 2009

ANALISA KERANGKA PENGIMPLEMENTASIAN KERANGKA KEBIJAKAN WISATA EKOLOGI DI LAMPOKO MAMPIE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa dekade yang lalu istilah ekotourisme yang di-Indonesiakan dengan istilah ekowisata bukanlah merupakan sebuah istilah yang sangat populer seperti saat ini. apalagi dengan prinsip-prinsip yang mewakili kegiatan ekowisata. Istilah yang ada pada saat itu hanyalah merupakan perjalanan wisata yang bernuansa alam, perjalanan yang melihat dan menikmati keindahan alam. Istilah ekowisata kemudian muncul dan mulai banyak dibicarakan oleh berbagai pelaku dan pelaksana wisata dengan mengambil kisah-kisah perjalanan Darwin ke Galapagos, Humbolt, Bates, Wallace. Selanjutnya, perjalanan eksplorasi yang telah dilakukan oleh Marcopollo, Tomi Pires, Weber, Junghuhn dan Van Steenis dan masih banyak yang lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan untuk mempelajari kondisi alam secara makro, akan tetapi perjalanan tersebut masih saja dikategorikan sebagai adventure tourism or research journey dan umum dilakukan oleh para peneliti dan para petualang lainnya, sama seperti istilah nature based tourism , cultural tourism, back to nature tourism , tampa adanya nilai nilai konservasi , penghargaan kepada alam , spesies langka . (lihat Lascurain, 1997 dan Chafid Fandeli 1994 :2)
Ekowisata yang didefenisikan oleh The Ecotourism Society (2002) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahankannya. Sehingga pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
Lampoko Mampie adalah sebuah taman suaka marga satwa yang berada di pulau Sulawesi dengan luasan hampir 2,000 ha. Suaka ini tepatnya berada di bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi pada Kabupaten Polewali Mamasa. Kondisi lapangan dari Taman Suaka Margasatwa tersebut terdiri atas daerah wet land yang terdiri dari daerah berawa- rawa dengan secondary forest seluas 300 ha swamp forest dan beberapa daerah isolasi mangrove. Daerah suaka margasatwa ini merupakan daerah yang sangat penting bagi tumbuhan dan hewan utamanya burung Mandar Sulawesi atau Ballidae atau Celebes Rails (Aramidopsis plateni) yang merupakan burung endemis yang hidup pada kawasan tersebut . Disamping itu kawasan ini juga merupakan daerah untuk berkembang biak beberapa hewan lainnya , bahkan menjadi tempat persinggahan burung burung yang bermigrasi.
Dengan melihat dari berbagai pengertian ekowisata , potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut , pengelolaan kawasan kawasan suaka yang mulai ditangani daerah dan keinginan masyarakat lokal untuk dapat membangun sebuah kawasan yang berasaskan lingkungan hidup, sehingga timbulah keinginan masyarakat daerah tersebut untuk dapat mengelola langsung kawasan suaka ini dengan tetap memperhatikan kelestarian alam disamping mereka juga mendapatkan insentif secara ekonomis untuk kelangsungan anak cucunya.
1.2 Identifkasi Masalah
Untuk mempermudah membahas permasalahan ini, maka penulis perlu membatasi masalah ini agar pembahasan materi yang dimaksud beserta kesimpulan yang akan ditarik tidak akan menyimpang dari proforsi yang ada dalam penulisan makalah ini. Adapun masalah yang akan penulis bahas selanjutnya dalam makalah ini dapat penulis identifikasikan sebagi berikut :
1. Seberapa besarkah potensi ekowisata di Lampoko Mampie?
2. Bagaimana kerangka pengimplementasian kebijaksanaan wisata ekologi di Lampoko Mampie?










BAB II
ANALISA KERANGKA PENGIMPLEMENTASIAN KERANGKA KEBIJAKAN WISATA EKOLOGI DI LAMPOKO MAMPIE

2.1 Definisi dan Pengertian Konsep Ekowisata
Apabila kita merujuk pada dua kata Eco dan Tourism , yang ketika di Indonesiakan menjadi kata Eko dan Turisme atau Eko dan Wisata . Makna dasar dari 2 kata tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut , Eko yang dalam bahasa Greek ( Yunani) berarti Rumah , dan Tourism yang berarti wisata atau perjalanan. Pengertian selanjutnya oleh beberapa ahli kata Eco dapat diartikan sebagai Ekologi atau Ekonomi sehingga dari kedua kata tersebut akan memunculkan makna Wisata ekologis (Ecological Tourism ) atau Wisata Ekonomi ( Economic Tourism) dan hal ini masih terus diperdebatkan oleh para ahli mengenai makna dari kata dasar tersebut. Salah satu definisi dari ecotourism adalah di bawah ini :
“Traveling to relatively un disturb or uncontaminated natural areas with the specific objective of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plants and animals as well as any existing cultural manifestation (both fast and present) found in these area.” (Thomson,1995)
2.2 Kerangka Pengimplementasian Kerangka Kebijakan Wisata Ekologi
Lampoko Mampie adalah sebuah taman suaka marga satwa yang berada di bagian barat dari propinsi Sulawesi Selatan dan berada sekitar 18 kilometer dari ibu kota Kabupaten Polewali mamasa dengan luasan hampir 2,000 ha. Suaka ini tepatnya berada di bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi pada Kabupaten Polewali Mamasa. Kondisi lapangan dari Taman Suaka Margasatwa tersebut terdiri atas daerah wet land yang terdiri dari daerah berawa- rawa dengan secondary forest seluas 300 ha swamp forest dan beberapa daerah isolasi mangrove. Daerah suaka margasatwa ini merupakan daerah yang sangat penting bagi tumbuhan dan hewan utamanya burung Mandar Sulawesi atau Ballidae atau Celebes Rails (Aramidopsis plateni) yang merupakan burung endemis yang hidup pada kawasan tersebut . Disamping itu kawasan ini juga merupakan daerah untuk berkembang biak beberapa hewan lainnya , bahkan menjadi tempat persinggahan burung burung yang bermigrasi.
• Objektif Pengembangan
Kawasan wisata ekologi Lampoko Mampie dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar ada beberapa pemasukan yang didapat masyarakat dengan adanya wisata ekologi di Lampoko mampie antara lain tiket masuk ke kawasan ekowisata, nilai souvenir penjualan masyarakat sekitar, dan nilai atraksi seni dan budaya.
• Inventarisasi
Kabupaten Polewali Mamasa terletak sekitar kilometer 247 sebelah utara dari ibukota propinsi Sulawesi Selatan , Kabupaten ini dihuni oleh tiga kelompok etnik yaitu orang Mandar Bugis, orang Toraja Barat dan orang Jawa di tahun 1936 telah mendiami kecamatan Wonomulyo sebagai transmigrasi di masa penjajahan. Orang Mandar telah terkenal dengan sarung sutra, lipa sa'be, demikian juga orang Toraja terkenal dengan tenunan selimut kain kapasnya. Mamasa daerah ketinggian dari kabupaten Polmas di lihat dari unsur kebudayaannya termasuk di dalam kategori Toraja bagian Barat. Pemandangan dari Bittuang ke Mamasa melahirkan jalur perjalanan trekking melalui daerah pegunungan yang spektakuler.Luas wilayah kebupaten Polewali Mamasa sebesar 478 153 Ha dengan alokasi penggunaan lahan sekitar 61,48 persen dari wilayah tersebut masih tertutup hutan yang berada di pegunungan , 20,28 % dimamfaatkan untuk pengembangan tanaman pertanian , pangan dan perkebunan selebihnya sebesar 18,24 % dimamfaatkan untuk kegiatan budidaya perikanan , tegalan , pemukiman dan pekarangan dsb. ( anonim 2002)
Lampoko Mampie adalah sebuah taman suaka marga satwa yang berada di bagian barat dari propinsi Sulawesi Selatan dan berada sekitar 18 kilometer dari ibu kota Kabupaten Polewali mamasa dengan luasan hampir 2,000 ha. Suaka ini tepatnya berada di bagian barat Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi pada Kabupaten Polewali Mamasa. Kondisi lapangan dari Taman Suaka Margasatwa tersebut terdiri atas daerah wet land yang terdiri dari daerah berawa- rawa dengan secondary forest seluas 300 ha swamp forest dan beberapa daerah isolasi mangrove. Daerah suaka margasatwa ini merupakan daerah yang sangat penting bagi tumbuhan dan hewan utamanya burung Mandar Sulawesi atau Ballidae atau Celebes Rails (Aramidopsis plateni) yang merupakan burung endemis yang hidup pada kawasan tersebut . Disamping itu kawasan ini juga merupakan daerah untuk berkembang biak beberapa hewan lainnya , bahkan menjadi tempat persinggahan burung burung yang bermigrasi.
• Infrastruktur dan fasilitas
Kawasan wisata ekologi Lampoko Mampie termasuk salah satu kawasan wisata suaka margasatwa. Berdasarkan Perda tata ruang Bab V pasal 10 poin c yang berisi mengikutsertakan masyarakat lokal dalam pemeliharaan kawasan lindung. Dengan demikian dalam infrastruktur dan fasilitas disediakan oleh masyarakat sekitar dengan menyediakan rumah-rumah mereka sebagai tempat penginapan.
• Pasar
Taman Suaka Margasatwa Lampoko Mampie terdiri atas daerah wet land yang terdiri dari daerah berawa- rawa dengan secondary forest seluas 300 ha swamp forest dan beberapa daerah isolasi mangrove. Daerah suaka margasatwa ini merupakan daerah yang sangat penting bagi tumbuhan dan hewan utamanya burung Mandar Sulawesi atau Ballidae atau Celebes Rails (Aramidopsis plateni) yang merupakan burung endemis yang hidup pada kawasan tersebut. Atas dasar wilayah dan satwa yang terdapat di kawasan Lampoko Mapie maka itulah yang menjadi selling point dari kawasan tersebut. Salah satu cara yang digunakan untuk memasarkan kawasan tersebut adalah dengan bekerjasama dengan pemerintah daerah yang lain. Untuk saat ini pasar target dari kawasan tersebut adalah wisatawan domestik.
• Ekonomi
Kawasan wisata ekologi Lampoko Mampie dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar ada beberapa pemasukan yang didapat masyarakat dengan adanya wisata ekologi di Lampoko mampie antara lain tiket masuk ke kawasan ekowisata, nilai souvenir penjualan masyarakat sekitar, dan nilai atraksi seni dan budaya.
• Lingkungan
Apakah itu berbentuk alamiah maupun buatan manusia merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan industri wisata hanya saja ketika wisatawan mulai datang perubahan terhadap lingkungan baik itu berupa lingkungan fisik maupun bilogis tentunya akan berubah . Dari sisi positif adanya keinginan dari pihak pengelola untuk :
q Mempreservasi dan restorasi benda benda budaya seperti bangunan dan kawasan bersejarah
q Pembangunan taman nasional dan taman suaka margasatwa
q Melindungi pantai dan taman laut
q Mempertahankan hutan
Dari sisi negatifnya kegitan wisata akan menyebabkan :
q Polusi Suara , Air dan Tanah
q Perusakan secara fisik lingkungan sekitarnya
q Perburuan dan pemancingan
q Pembangunan hotel hotel yang megah tampa melihat kondisi lingkungan
q Perusakan hutan, perusakan monumen bersejarah , Vandalisme
Sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan dalam menata sebuah perjalan wisata yang dapat memberikan efek positif dibandingkan dengan efek negatifnya .
• Budaya
Beberapa hal yang digunakan untuk menangani pernedaan budaya antara lain dengan Basic Value ( nilai dasar) dan logika, Kepercayaan terhadap agama, tradisi, Custom ( adat) , Lifestype ( kehidupan sehari hari), Behavioral pattern, Tata cara berbusana ( dress code) , Sense of time budgetting, Attitudes toward starngers (tata cara menghadapi pendatang)




BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada pada pendahuluan yang berisi mengenai pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
1. Seberapa besarkah potensi ekowisata di Lampoko Mampie?
2. Bagaimana kerangka pengimplementasian kebijaksanaan wisata ekologi di Lampoko Mampie?
Maka penulis telah mencoba menjawab pertanyaan tersebut yang terdapat di bagian isi. Penulis menarik keseimpulan yang pertama yaitu kawasan margasatwa Lampoko Mapie memiliki potensi yang besar untuk menjadi ekowisata. Sedangkan yang kedua adalah dalam Kerangka Pengimplementasian Kerangka Kebijakan Wisata Ekologi kawasan Lampoko Mampie termasuk kedalam 7 komponen antara lain dari objektif Pengembangan, Inventarisasi, Pasar, ekonomi, lingkungan, budaya, Infrastruktur dan fasilitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar